MAKALAH MEKANIKA
FLUIDA
APLIKASI IRIGASI DEFISIT PADA TANAMAN JAGUNG
Oleh :
Eka Sulastia
05021181419096
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN
JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDERALAYA
2015
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sentra produksi tanaman
jagung di Pulau Jawa pada tahun 2006 seluas 1.943.605 ha dengan total produksi
7,3 juta ton, sedangkan di luar Pulau Jawa memiliki luas produksi sebesar
1.639.435 ha dengan hasil produksi sebesar 5,1 juta ton (BPS, 2006). Rendahnya
nilai produksi jagung di Indonesia disebabkan oleh produktivitas dan luas areal
penanaman yang kecil. Salah satu factor penyebab adalah terbatasnya sumber air yang
tesedia.
Kondisi air untuk pertanian
saat ini semakin langka, tidak hanya di daerah kering (arid zone) tetapi juga
di daerah yang memiliki curah hujan yang melimpah (Pereira et al., 2002).
Di beberapa daerah seperti
di Indonesia, jumlah ketersediaan air pada jaringan irigasi yang ada belum
dapat memenuhi kebutuhan air tanaman pada petakan lahan pertanian. Hal ini
diperparah dengan semakin menyusut ketersediaan air di waduk atau bendungan
akibat daerah tangkapan hujan di sekitar waduk yang rusak; jaringan irigasi
yang rusak, yang akan menambah kehilangan air pada saluran irigasi semakin
besar (efisiensi penyaluran air irigasi yang rendah). Hal ini menyebabkan menurunnya
produkti-vitas pertanian. Oleh karena itu diperlukan suatu usaha untuk
melakukan penghematan air dalam pertanian dengan cara meningkatkan efisiensi
penggunaan air oleh tanaman atau peningkatan efisiensi penggunaan air.
Efisiensi penggunaan air dapat dilakukan dengan sistem pemberian air irigasi
yang efisien dan efektif. Salah satunya adalah irigasi defisit.
Ketersediaan potensi lahan
untuk penanaman jagung masih cukup tersedia. Dengan pembukaan lahan baru dan
peningkatan produktivitas lahan yang ada serta pemberian air irigasi yang baik
diharapkan impor jagung dapat ditekan atau bahkan dapat digantikan dengan
produksi dalam negeri. Oleh karena itu perlu diteliti penerapan irigasi defisit
pada tanaman jagung, sehingga dapat diketahui berapa jumlah kebutuhan air
irigasi minimum yang masih dapat diterima dan memiliki dampak terkecil bagi
pertumbuhan dan produksi tanaman.
1.2. Tujuan
Maksud dari penulisan
makalah ini adalah untuk menguji ketahanan varietas baru tanaman jagung (EA)
terhadap kondisi water stress (cekaman air) melalui aplikasi irigasi defisit.
Tujuan peneltian adalah
mengetahui pengaruh irigasi defisit terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung
varietas EA.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Defisit air untuk tanaman
dan water stress (cekaman air) yang diakibatkannya berpengaruh terhadap evapotranspirasi
tanaman dan hasil. Apabila keperluan air tanaman dipenuhi oleh lengas tanah
(kadar air tanah) maka ETa = ETm, dimana ETa: evapotranspirasi aktual; ETm: evapotranspirasi
maksimum. Apabila lengas tanah tidak mencukupi maka Eta < ETm, selanjutnya
Ya < Ym. (Dorenbos and Kassam, 1979.
Cekaman kekeringan yang
berlebihan merupakan salah satu cekaman terluas yang mempengaruhi pertumbuhan
dan produksi di areal pertanian. Hal ini dapat dilihat dari beberapa faktor
cekaman abiotik, dimana persentase cekaman kekeringan sebesar 26%, kemudian diikuti
oleh cekaman mineral 20%, suhu rendah 15%, sedangkan sisanya adalah cekaman
biotik 39% (Kalefetoglu and Ekmekci, 2005).
Setiap jenis tanaman
memiliki response yang berbeda-beda terhadap kekurangan air pada setiap fase
pertumbuhannya, termasuk Jagung. Pemberian kedalaman air irigasi dan waktu pemberian
sangat penting untuk meningkatkan efisiensi penggunaan air dan memaksimalkan produksi.
Tanaman jagung lebih toleran
terhadap kekurangan air pada fase vegetatif dan fase pematangan/masak.
Penurunan hasil terbesar terjadi apabila tanaman mengalami kekurangan air pada
fase pembungaan, bunga jantan dan bunga betina muncul, dan pada saat terjadi proses
penyerbukan. Penurunan hasil tersebut disebabkan oleh kekurangan air yang
mengakibatkan terhambatnya proses pengisian biji karena bunga betina/tongkol mengering,
sehingga jumlah biji dalam tongkol berkurang. Hal ini tidak terjadi apabila
kekurangan air terjadi pada fase vegetatif. Kekurangan air pada fase
pengisian/pembentukan biji juga dapat menurunkan hasil secara nyata akibat
mengecilnya ukuran biji. Kekurangan air pada fase pemasakan/pematangan sangat
kecil pengaruhnya terhadap hasil tanaman (FAO, 2001 dalam Aqil dkk, 2008). Oleh karena
itu ada peluang untuk
meningkatkan efisiensi pemberian air pada
tanaman jagung dengan cara mengurangi pemberian air irigasi.
Selain dengan irigasi hemat
air, salah satu metode yang dapat diterapkan untuk
memberikan air irigasi yang efisien dan efektif yaitu dengan
irigasi defisit. Hal utama dalam irigasi defisit adalah meningkatkan
efisiensi penggunaan air irigasi dengan cara
memberikan irigasi
tidak penuh (hanya sebagaian dari kebutuhan
air irigasi) untuk tanaman pada satu atau lebih dari
fase/tahap pertumbuhan tanaman yang memiliki dampak
terkecil pada pertumbuhan dan produksi tanaman (Kirda, et
al, 1999)
BAB 3
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pertumbuhan Tanaman
Pengaruh irigasi defisit
terhadap pertumbuhan tanaman jagung dapat dilihat pada Tabel 1–3 dan Gambar 1.
Pada Tabel 1, pengaruh irigasi defisitterhadap tinggi tanaman jagung dari
minggu ke-1 sampai ke-8 memberikan pengaruh yang sangat nyata. Tanaman Jurnal
Irigasi - Vol. 4, No 123 2, November 2009 jagung yang telah tercekam sejak fase
pertumbuhan sampai panen telah membuat pertumbuhan tidak normal, kecuali pada
minggu ke-1 tinggi tanaman masih relatif sama. Pada perlakuan D1 berbeda sangat
nyata dengan perlakuan D3 dan D4, sedangkan perlakuan D2 berbeda nyata.
Tabel 1. Pengaruh Irigasi Defisit Terhadap Tinggi Tanaman (cm) Jagung EA
Irigasi Defisit
Irigasi Defisit
|
Minggu Ke-
|
|||||||
1
|
11
|
111
|
1V
|
V
|
V1
|
V11
|
V111
|
|
D1 (1,0 x ETc)
|
19,92a
|
51,08a
|
77,70a
|
102,00a
|
115,35a
|
124,75a
|
127,50a
|
128a
|
D2 (0,8 x ETc)
|
20,25a
|
51,58a
|
70,60a
|
90,50a
|
106,42a
|
113,50a
|
115,83a
|
117,00a
|
D3 (0,6 x Etc)
|
20,00a
|
48,72a
|
48,72b
|
69,50b
|
73,33b
|
94,42b
|
100,00b
|
b
|
D4 (0, 4 x Etc)
|
19,17a
|
37,45b
|
38,62b
|
41,00c
|
43,33c
|
46,8c
|
57,67c
|
101,83b
|
|
|
|
|
|
|
|
|
62,50c
|
Uji BNT
|
5%
|
5%
|
5%
|
5%
|
5%
|
5%
|
5%
|
5%
|
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf sama pada satu
kolom atau baris berarti tidak berbeda nyata.
Berbagai Perlakuan
Tabel 2 menunjukkan bahwa pada minggu
ke-1 dan 2 jumlah daun untuk semua perlakuan tidak
berbeda nyata. Sedangkan pada minggu ke-3 sampai ke-8
perlakuan D1 berbeda sangat nyata dengan perlakuan D3 dan D4. Sedangkan
untuk indeks luas daun
tanaman, Tabel 3 menunjukkan bahwa tanaman
jagung yang telah tercekam memiliki indeks luas daun
yang lebih kecil dibandingkan dengan tanaman yang
tumbuh normal. Uji BNT (Beda Nyata Terkecil) menunjukkan
bahwa perlakuan D1 berbeda nyata dengan perlakuan
D2, D3, dan D4. Jadi secara keseluruhan pertumbuhan
tanaman jagung menunjukkan respon yang sama terhadap
perlakuan irigasi defisit, dimana pertumbuhan tanaman pada
perlakuan D1 > D2 > D3 > D4. Pengaruh
Irigasi Defisit Terhadap Jumlah Daun (helai) Jagung Varietas EA irigasi
Defisit Minggu ke-
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf sama pada satu
kolom atau baris berarti tidak berbeda
nyata.
Pada minggu ke-3, tanaman
jagung varietas EA mulai mengalamai cekaman pada
perlakuan D2, D3, dan D4. Indeks luas daun pada D1 sebesar
382,40 cm2, berbeda sangat nyata dengan perlakuan D2,
D3, dan D4. Dari kadar air tanah diketahui bahwa pada minggu
ke-3 untuk perlakuan D2 varietas EA adalah 22,21%
dan D1 sebesar 27,72%. Pada minggu ke-7 mulai memasuki
masa pembungaan tanaman jagung, biasanya berkisar
saat jagung berumur 45 hari (Doorenbos dan Kasam, 1979).
Indeks luas daun pada D1 sebesar 2360,62 cm2
berbeda sangat nyata dengan D4 (279,59
cm2) yang mulai tercekam sejak minggu ke-3 sehingga
perlakuan ini tidak
menghasilkan bunga. Untuk tinggi tanaman
sebesar 57,67 cm pada D4 berbeda sangat nyata dengan
perlakuan D1 yaitu sebesar 127,5 cm. Sedangkan untuk
jumlah daun besarnya nilai untuk perlakuan D4 sebesar 6,83
helai berbeda sangat nyata dengan perlakuan D1 sebesar
10,50 helai. Dari kadar air tanah diketahui bahwa kadar
air tanah pada minggu ke-7 untuk perlakuan D1, D2,
D3, dan D4 berturut-turut adalah 23,15%, 21,12%, 20,19% dan
18,98%. Purwono dan Hartono (2005) mengatakan
bahwa jagung membutuhkan air yang cukup banyak terutama
pada saat pertumbuhan awal, pembungaan dan saat
pengisian biji. Kekurangan air pada stadium tersebut akan
menyebabkan hasil yang menurun. Hal ini ditunjukkan pada
perlakuan D4 untuk tanaman jagung varietas EA, dimana
tanaman mulai tercekam pada minggu ke-2 dan D3 pada
minggu ke-3. Adanya cekaman ini terus berlangsung hingga
panen, hal ini ditunjukkan dengan
besarnya berat brangkasan basah pada D4 sebesar 2,83
gram dan D3 sebesar 16,48 gram, berbeda sangat nyata
dengan perlakuan D1 yaitu sebesar 73,68 gram.
Sedangkan untuk brangkasan kering masing-masing perlakuan
mempunyai berat D4 sebesar 2,35 gram dan D3 sebesar
13,86 gram
yang berbeda sangat nyata dengan D1 yaitu
sebesar 64,18 gram.
125 Jurnal Irigasi - Vol. 4, No 2, November 2009 Pengaruh
Irigasi Defisit Terhadap Hasil Produksi (gram) Jagung EA Irigasi
Defisit Berat Brangkasan Basah Berat Brangkasan Kering
Hasil Produksi Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf sama pada satu
kolom atau baris berarti tidak berbeda nyata. Dengan
demikian tanaman jagung
varietas EA mulai tercekam pada minggu ke-2
pada perlakuan irigasi defisit D4 dan pada minggu ke-3 pada
D2, dengan kadar air tanah kritis (qc) sebesar 24,63%. Pada
perlakuan D3 dan D4 tanaman jagung tidak menghasilkan
buah, sedangkan pada D1 dan D2 menghasilkan
buah berturut-turut
sebesar 16,27 dan 9,66 gram. Berat brangkasan
dan produksi yang dihasilkan akan berpengaruh terhadap
faktor tanggapan hasil (Ky). Tanggapan pertumbuhan
dan hasil tanaman
terhadap cekaman air tergantung pada besarna
cekaman air dan periode
pertumbuhan terjadinya cekaman air (Doorenbos
dan Kasam, 1979). Pada
perlakuan D3 dan D4 penurunan hasil sangat
tinggi karena defisit air terjadi
pada semua fase pertumbuhan sehingga tidak
menghasilkan buah.
4.2. Jumlah Air Irigasi
Jumlah air irigasi yang
diberikan adalah sama besarnya dengan jumlah evapotranspirasi
harian sesuai dengan perlakuan, sehingga total irigasi adalah umlah
dari total evapotranspirasi (ET) selama masa pertumbuhan. Evapotranspirasi
pada perlakuan sama
dengan ETc adj dengan nilai Ks (koefisien
stress tanaman) untuk perlakuan D1, D2.
4.3. Koefisien Tanaman (Kc) Jagung
Penguapan atau evaporasi
yang tinggi berpengaruh terhadap evapotranspirasi tanaman
harian (ETc) dan evapotranpirasi acuan (ETo). Hubungan antara
ETc dan ETo dinyatakan dengan koefisien tanaman (Kc). Evapotranspirasi
acuan berdasarkan panci evaporasi dihitung menggunakan persamaan
ETo = Epanci x Koef. Panci, sedangkan evapotranspirasi
tanaman dihitung dengan persamaan ETc = ETo x Kc. Kc
Standar Kc Jagung EA
4.4. Respon Hasil Terhadap Irigasi Defisit
Faktor tanggapan hasil (Ky)
merupakan tanggapan hasil tanaman terhadap cekaman
air. Pada perlakuan D4
penurunan hasil yang didapat rendah, karena
pada perlakuan ini cekaman terjadi sejak fase
pertumbuhan awal yaitu minggu ke-2 sehingga perlakuan ini tidak
menghasilkan buah, begitu juga dengan perlakuan D3 yang
mulai tercekam sejak minggu ke-3.
4.5. Kadar Air Tanah
Kadar air tanah selama
percobaan dilakukan dengan menggunakan metode gravimetrik
yaitu dengan cara penimbangan, kemudian data yang diperoleh
dikonversi ke dalam % kadar air. Hasil analisis
laboratorium menunjukkan bahwa nilai kandungan air tanah
pada kapasitas lapang (Field Capacity, FC) adalah sebesar
31,02% dan pada titik layu permanen (Permanent
Wilting Point, PWP) sebesar 21,02%. Adapun nilai FC dan
PWP menjadi acuan selanjutnya dalam penentuan
air tanah yang tersedia. Dari hasil pengamatan
diketahui bahwa tanaman jagung mulai tercekam sejak minggu
ke-3. hal ini dapat dilihat dari penurunan kadar air tanah
rata-rata mingguan yang ditunjukkan pada
BAB 4
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1.
Irigasi
defisit yang diberikan sejak fase awal pertumbuhan mempengaruhi
pertumbuhan tanaman jagung varietas EA.
2.
Tanaman
jagung varietas EA
mengalami cekaman pada minggu ke-2
jika diberi perlakuan D4 (0,4xETc) dengan kadar air
tanah kritis (qc) 22,46% dan pada minggu ke-3
jika diberi irigasi pada perlakuan D2 (0,8xETc)
dengan qc sebesar 24,63% karena sudah berada di
bawah kadar air kritis,
meskipun masih berada di atas PWP.
3.
Nilai Ky
pada perlakuan D2, D3, dan D4 pada varietas EA
menunjukkan nilai Ky>1, dengan demikian tanaman
jagung varietas EA tidak tahan terhadap defisit
irigasi atau sensitif terhadap kekurangan air.
5.2. Saran
Perlu dilakukan penelitian
irigasi defisit dengan jenis tanaman yang sama dan varietas
unggul (yang berbeda) untuk menentukan jumlah kebutuhan
air irigasi minimum yang masih dapat diterima dan memiliki
dampak terkecil bagi
pertumbuhan dan produksi tanaman.
DAFTAR PUSTAKA
Allen, R.G., Pereira, L.S., Dirk R, and M. Smith.
1998. Crop Evapotranspiration: Guidelines for Computing Crop Water Requirements. FAO
Irrigation and Drainage Paper No. 56. Food and Agricultural
Organization : Roma.
Aqil, M., Firmansyah, dan M. Akil. 2008. Pengelolaan Air Tanaman Jagung. balitsereal.litbang.deptan. go.id/ind//bjagung/duatujuh.pdf. diakses
tanggal 2 November
2009.
Danarti dan Najiyati, S. 1999. Budidaya Palawija dan Analisis Usahatani. Penebar Swadaya
: Jakarta.
Doorenboss, J and Kassam. 1979. Yield Response to Water. Irrigation and Drainage Paper No. 33. FAO: Rome.
Islami dan Utomo. 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman.
IKIP Semarang Press: Semarang.
Kalefetoglu, T, Y. Ekmekci. 2005. The effect of drought on Plants and Tolerance Mechanism. Jurnal of Science.
18(4) : 723 – 740.
Kirda, C. et al. 1999. Crop
yield response to deficit irrigation. Kluwer
Academic Publisher, Dordrecht: the Netherlands.
Pereira, L.S., T. Oweis and A. Zairi. 2002.
Irrigation Management Under Water Scarcity.
Agric. Manage. 57:175-206.
Purwono dan Hartono, R. 2005. Bertanam Jagung Unggul. Penebar Swadaya.
: Jakarta.