Diberdayakan oleh Blogger.

Selasa, 01 Desember 2015

0 komentar


MAKALAH MEKANIKA FLUIDA
APLIKASI IRIGASI DEFISIT PADA TANAMAN JAGUNG




Oleh :
Eka Sulastia
05021181419096


PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN
JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDERALAYA

2015
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Sentra produksi tanaman jagung di Pulau Jawa pada tahun 2006 seluas 1.943.605 ha dengan total produksi 7,3 juta ton, sedangkan di luar Pulau Jawa memiliki luas produksi sebesar 1.639.435 ha dengan hasil produksi sebesar 5,1 juta ton (BPS, 2006). Rendahnya nilai produksi jagung di Indonesia disebabkan oleh produktivitas dan luas areal penanaman yang kecil. Salah satu factor penyebab adalah terbatasnya sumber air yang tesedia.
Kondisi air untuk pertanian saat ini semakin langka, tidak hanya di daerah kering (arid zone) tetapi juga di daerah yang memiliki curah hujan yang melimpah (Pereira et al., 2002).
Di beberapa daerah seperti di Indonesia, jumlah ketersediaan air pada jaringan irigasi yang ada belum dapat memenuhi kebutuhan air tanaman pada petakan lahan pertanian. Hal ini diperparah dengan semakin menyusut ketersediaan air di waduk atau bendungan akibat daerah tangkapan hujan di sekitar waduk yang rusak; jaringan irigasi yang rusak, yang akan menambah kehilangan air pada saluran irigasi semakin besar (efisiensi penyaluran air irigasi yang rendah). Hal ini menyebabkan menurunnya produkti-vitas pertanian. Oleh karena itu diperlukan suatu usaha untuk melakukan penghematan air dalam pertanian dengan cara meningkatkan efisiensi penggunaan air oleh tanaman atau peningkatan efisiensi penggunaan air. Efisiensi penggunaan air dapat dilakukan dengan sistem pemberian air irigasi yang efisien dan efektif. Salah satunya adalah irigasi defisit.
Ketersediaan potensi lahan untuk penanaman jagung masih cukup tersedia. Dengan pembukaan lahan baru dan peningkatan produktivitas lahan yang ada serta pemberian air irigasi yang baik diharapkan impor jagung dapat ditekan atau bahkan dapat digantikan dengan produksi dalam negeri. Oleh karena itu perlu diteliti penerapan irigasi defisit pada tanaman jagung, sehingga dapat diketahui berapa jumlah kebutuhan air irigasi minimum yang masih dapat diterima dan memiliki dampak terkecil bagi pertumbuhan dan produksi tanaman.
1.2. Tujuan
Maksud dari penulisan makalah ini adalah untuk menguji ketahanan varietas baru tanaman jagung (EA) terhadap kondisi water stress (cekaman air) melalui aplikasi irigasi defisit.
Tujuan peneltian adalah mengetahui pengaruh irigasi defisit terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung varietas EA.



































BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Defisit air untuk tanaman dan water stress (cekaman air) yang diakibatkannya berpengaruh terhadap evapotranspirasi tanaman dan hasil. Apabila keperluan air tanaman dipenuhi oleh lengas tanah (kadar air tanah) maka ETa = ETm, dimana ETa: evapotranspirasi aktual; ETm: evapotranspirasi maksimum. Apabila lengas tanah tidak mencukupi maka Eta < ETm, selanjutnya Ya < Ym. (Dorenbos and Kassam, 1979.
Cekaman kekeringan yang berlebihan merupakan salah satu cekaman terluas yang mempengaruhi pertumbuhan dan produksi di areal pertanian. Hal ini dapat dilihat dari beberapa faktor cekaman abiotik, dimana persentase cekaman kekeringan sebesar 26%, kemudian diikuti oleh cekaman mineral 20%, suhu rendah 15%, sedangkan sisanya adalah cekaman biotik 39% (Kalefetoglu and Ekmekci, 2005).
Setiap jenis tanaman memiliki response yang berbeda-beda terhadap kekurangan air pada setiap fase pertumbuhannya, termasuk Jagung. Pemberian kedalaman air irigasi dan waktu pemberian sangat penting untuk meningkatkan efisiensi penggunaan air dan memaksimalkan produksi.
Tanaman jagung lebih toleran terhadap kekurangan air pada fase vegetatif dan fase pematangan/masak. Penurunan hasil terbesar terjadi apabila tanaman mengalami kekurangan air pada fase pembungaan, bunga jantan dan bunga betina muncul, dan pada saat terjadi proses penyerbukan. Penurunan hasil tersebut disebabkan oleh kekurangan air yang mengakibatkan terhambatnya proses pengisian biji karena bunga betina/tongkol mengering, sehingga jumlah biji dalam tongkol berkurang. Hal ini tidak terjadi apabila kekurangan air terjadi pada fase vegetatif. Kekurangan air pada fase pengisian/pembentukan biji juga dapat menurunkan hasil secara nyata akibat mengecilnya ukuran biji. Kekurangan air pada fase pemasakan/pematangan sangat kecil pengaruhnya terhadap hasil tanaman (FAO, 2001 dalam Aqil dkk, 2008). Oleh karena itu ada peluang untuk meningkatkan efisiensi pemberian air pada tanaman jagung dengan cara mengurangi pemberian air irigasi.
Selain dengan irigasi hemat air, salah satu metode yang dapat diterapkan untuk memberikan air irigasi yang efisien dan efektif yaitu dengan irigasi defisit. Hal utama dalam irigasi defisit adalah meningkatkan efisiensi penggunaan air irigasi dengan cara memberikan irigasi tidak penuh (hanya sebagaian dari kebutuhan air irigasi) untuk tanaman pada satu atau lebih dari fase/tahap pertumbuhan tanaman yang memiliki dampak terkecil pada pertumbuhan dan produksi tanaman (Kirda, et al, 1999)

























BAB 3
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pertumbuhan Tanaman
Pengaruh irigasi defisit terhadap pertumbuhan tanaman jagung dapat dilihat pada Tabel 1–3 dan Gambar 1. Pada Tabel 1, pengaruh irigasi defisitterhadap tinggi tanaman jagung dari minggu ke-1 sampai ke-8 memberikan pengaruh yang sangat nyata. Tanaman Jurnal Irigasi - Vol. 4, No 123 2, November 2009 jagung yang telah tercekam sejak fase pertumbuhan sampai panen telah membuat pertumbuhan tidak normal, kecuali pada minggu ke-1 tinggi tanaman masih relatif sama. Pada perlakuan D1 berbeda sangat nyata dengan perlakuan D3 dan D4, sedangkan perlakuan D2 berbeda nyata.
Tabel 1. Pengaruh Irigasi Defisit Terhadap Tinggi Tanaman (cm) Jagung EA
Irigasi Defisit
Irigasi Defisit
Minggu Ke-
1
11
111
1V
V
V1
V11
V111
D1 (1,0 x ETc)
19,92a
51,08a
77,70a
102,00a
115,35a
124,75a
127,50a
128a
D2 (0,8 x ETc)
20,25a
51,58a
70,60a
90,50a
106,42a
113,50a
115,83a
117,00a
D3 (0,6 x Etc)
20,00a
48,72a
48,72b
69,50b
73,33b
94,42b
100,00b
b
D4 (0, 4 x Etc)
19,17a
37,45b
38,62b
41,00c
43,33c
46,8c
57,67c
101,83b








62,50c
Uji BNT
5%
5%
5%
5%
5%
5%
5%
5%

Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf sama pada satu kolom atau baris berarti tidak berbeda nyata.
Berbagai Perlakuan
Tabel 2 menunjukkan bahwa pada minggu ke-1 dan 2 jumlah daun untuk semua perlakuan tidak berbeda nyata. Sedangkan pada minggu ke-3 sampai ke-8 perlakuan D1 berbeda sangat nyata dengan perlakuan D3 dan D4. Sedangkan untuk indeks luas daun tanaman, Tabel 3 menunjukkan bahwa tanaman jagung yang telah tercekam memiliki indeks luas daun yang lebih kecil dibandingkan dengan tanaman yang tumbuh normal. Uji BNT (Beda Nyata Terkecil) menunjukkan bahwa perlakuan D1 berbeda nyata dengan perlakuan D2, D3, dan D4. Jadi secara keseluruhan pertumbuhan tanaman jagung menunjukkan respon yang sama terhadap perlakuan irigasi defisit, dimana pertumbuhan tanaman pada perlakuan D1 > D2 > D3 > D4. Pengaruh Irigasi Defisit Terhadap Jumlah Daun (helai) Jagung Varietas EA irigasi Defisit Minggu ke- Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf sama pada satu kolom atau baris berarti tidak berbeda
nyata.
Pada minggu ke-3, tanaman jagung varietas EA mulai mengalamai cekaman pada perlakuan D2, D3, dan D4. Indeks luas daun pada D1 sebesar 382,40 cm2, berbeda sangat nyata dengan perlakuan D2, D3, dan D4. Dari kadar air tanah diketahui bahwa pada minggu ke-3 untuk perlakuan D2 varietas EA adalah 22,21% dan D1 sebesar 27,72%. Pada minggu ke-7 mulai memasuki masa pembungaan tanaman jagung, biasanya berkisar saat jagung berumur 45 hari (Doorenbos dan Kasam, 1979). Indeks luas daun pada D1 sebesar 2360,62 cm2
berbeda sangat nyata dengan D4 (279,59 cm2) yang mulai tercekam sejak minggu ke-3 sehingga perlakuan ini tidak menghasilkan bunga. Untuk tinggi tanaman sebesar 57,67 cm pada D4 berbeda sangat nyata dengan perlakuan D1 yaitu sebesar 127,5 cm. Sedangkan untuk jumlah daun besarnya nilai untuk perlakuan D4 sebesar 6,83 helai berbeda sangat nyata dengan perlakuan D1 sebesar 10,50 helai. Dari kadar air tanah diketahui bahwa kadar air tanah pada minggu ke-7 untuk perlakuan D1, D2, D3, dan D4 berturut-turut adalah 23,15%, 21,12%, 20,19% dan 18,98%. Purwono dan Hartono (2005) mengatakan bahwa jagung membutuhkan air yang cukup banyak terutama pada saat pertumbuhan awal, pembungaan dan saat pengisian biji. Kekurangan air pada stadium tersebut akan menyebabkan hasil yang menurun. Hal ini ditunjukkan pada perlakuan D4 untuk tanaman jagung varietas EA, dimana tanaman mulai tercekam pada minggu ke-2 dan D3 pada minggu ke-3. Adanya cekaman ini terus berlangsung hingga panen, hal ini ditunjukkan  dengan besarnya berat brangkasan basah pada D4 sebesar 2,83 gram dan D3 sebesar 16,48 gram, berbeda sangat nyata dengan perlakuan D1 yaitu sebesar 73,68 gram. Sedangkan untuk brangkasan kering masing-masing perlakuan mempunyai berat D4 sebesar 2,35 gram dan D3 sebesar 13,86 gram
yang berbeda sangat nyata dengan D1 yaitu sebesar 64,18 gram. 125 Jurnal Irigasi - Vol. 4, No 2, November 2009 Pengaruh Irigasi Defisit Terhadap Hasil Produksi (gram) Jagung EA Irigasi Defisit Berat Brangkasan Basah Berat Brangkasan Kering Hasil Produksi Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf sama pada satu kolom atau baris berarti tidak berbeda nyata. Dengan demikian tanaman jagung varietas EA mulai tercekam pada minggu ke-2 pada perlakuan irigasi defisit D4 dan pada minggu ke-3 pada D2, dengan kadar air tanah kritis (qc) sebesar 24,63%. Pada perlakuan D3 dan D4 tanaman jagung tidak menghasilkan buah, sedangkan pada D1 dan D2 menghasilkan buah berturut-turut sebesar 16,27 dan 9,66 gram. Berat brangkasan dan produksi yang dihasilkan akan berpengaruh terhadap faktor tanggapan hasil (Ky). Tanggapan pertumbuhan dan hasil tanaman
terhadap cekaman air tergantung pada besarna cekaman air dan periode pertumbuhan terjadinya cekaman air (Doorenbos dan Kasam, 1979). Pada perlakuan D3 dan D4 penurunan hasil sangat tinggi karena defisit air terjadi
pada semua fase pertumbuhan sehingga tidak menghasilkan buah.

4.2. Jumlah Air Irigasi
Jumlah air irigasi yang diberikan adalah sama besarnya dengan jumlah evapotranspirasi harian sesuai dengan perlakuan, sehingga total irigasi adalah umlah dari total evapotranspirasi (ET) selama masa pertumbuhan. Evapotranspirasi pada perlakuan sama dengan ETc adj dengan nilai Ks (koefisien
stress tanaman) untuk perlakuan D1, D2.

4.3. Koefisien Tanaman (Kc) Jagung
Penguapan atau evaporasi yang tinggi berpengaruh terhadap evapotranspirasi tanaman harian (ETc) dan evapotranpirasi acuan (ETo). Hubungan antara ETc dan ETo dinyatakan dengan koefisien tanaman (Kc). Evapotranspirasi acuan berdasarkan panci evaporasi dihitung menggunakan persamaan ETo = Epanci x Koef. Panci, sedangkan evapotranspirasi tanaman dihitung dengan persamaan ETc = ETo x Kc. Kc Standar Kc Jagung EA

4.4. Respon Hasil Terhadap Irigasi Defisit
Faktor tanggapan hasil (Ky) merupakan tanggapan hasil tanaman terhadap cekaman air. Pada perlakuan D4 penurunan hasil yang didapat rendah, karena pada perlakuan ini cekaman terjadi sejak fase pertumbuhan awal yaitu minggu ke-2 sehingga perlakuan ini tidak menghasilkan buah, begitu juga dengan perlakuan D3 yang mulai tercekam sejak minggu ke-3.

4.5. Kadar Air Tanah
Kadar air tanah selama percobaan dilakukan dengan menggunakan metode gravimetrik yaitu dengan cara penimbangan, kemudian data yang diperoleh dikonversi ke dalam % kadar air. Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa nilai kandungan air tanah pada kapasitas lapang (Field Capacity, FC) adalah sebesar 31,02% dan pada titik layu permanen (Permanent Wilting Point, PWP) sebesar 21,02%. Adapun nilai FC dan PWP menjadi acuan selanjutnya dalam penentuan air tanah yang tersedia. Dari hasil pengamatan diketahui bahwa tanaman jagung mulai tercekam sejak minggu ke-3. hal ini dapat dilihat dari penurunan kadar air tanah rata-rata mingguan yang ditunjukkan pada

















BAB 4
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1.      Irigasi defisit yang diberikan sejak fase awal pertumbuhan mempengaruhi pertumbuhan tanaman jagung varietas EA.
2.      Tanaman jagung varietas EA mengalami cekaman pada minggu ke-2 jika diberi perlakuan D4 (0,4xETc) dengan kadar air tanah kritis (qc) 22,46% dan pada minggu ke-3 jika diberi irigasi pada perlakuan D2 (0,8xETc) dengan qc sebesar 24,63% karena sudah berada di bawah kadar air kritis, meskipun masih berada di atas PWP.
3.      Nilai Ky pada perlakuan D2, D3, dan D4 pada varietas EA menunjukkan nilai Ky>1, dengan demikian tanaman jagung varietas EA tidak tahan terhadap defisit irigasi atau sensitif terhadap kekurangan air.

5.2. Saran
Perlu dilakukan penelitian irigasi defisit dengan jenis tanaman yang sama dan varietas unggul (yang berbeda) untuk menentukan jumlah kebutuhan air irigasi minimum yang masih dapat diterima dan memiliki dampak terkecil bagi pertumbuhan dan produksi tanaman.












DAFTAR PUSTAKA

Allen, R.G., Pereira, L.S., Dirk R, and M. Smith. 1998. Crop Evapotranspiration: Guidelines for Computing Crop Water Requirements. FAO Irrigation and Drainage Paper No. 56. Food and Agricultural Organization : Roma.
Aqil, M., Firmansyah, dan M. Akil. 2008. Pengelolaan Air Tanaman Jagung. balitsereal.litbang.deptan. go.id/ind//bjagung/duatujuh.pdf. diakses tanggal 2 November 2009.
Danarti dan Najiyati, S. 1999. Budidaya Palawija dan Analisis Usahatani. Penebar Swadaya : Jakarta.
Doorenboss, J and Kassam. 1979. Yield Response to Water. Irrigation and Drainage Paper No. 33. FAO: Rome.
Islami dan Utomo. 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. IKIP Semarang Press: Semarang.
Kalefetoglu, T, Y. Ekmekci. 2005. The effect of drought on Plants and Tolerance Mechanism. Jurnal of Science. 18(4) : 723 – 740.
Kirda, C. et al. 1999. Crop yield response to deficit irrigation. Kluwer Academic Publisher, Dordrecht: the Netherlands.
Pereira, L.S., T. Oweis and A. Zairi. 2002. Irrigation Management Under Water Scarcity. Agric. Manage. 57:175-206.
Purwono dan Hartono, R. 2005. Bertanam Jagung Unggul. Penebar Swadaya. : Jakarta.

 

Coretan Singkat Copyright 2008 All Rights Reserved Baby Blog Designed by Ipiet | All Image Presented by Tadpole's Notez